Ada peribahasa mengatakan: “Buku adalah jendela dunia”, peribahasa ini benar adanya, tanpa membaca buku kita tidak dapat mengenal dunia. Melalui membaca buku, kita dapat mengenal belahan dunia manapun tanpa harus pergi kesana. Sebelum ada internet, buku merupakan satu-satunya tempat kita mendapatkan informasi tentang apapun. Namun, UNESCO menyebutkan Indonesia merupakan negara urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, yang berarti minat baca orang-orang Indonesia sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca! Benarkah demikian?
Bagaimana jika kenyataannya ada satu daerah atau bahkan
lebih, di Indonesia, yang tidak memiliki toko buku yang memadai? Atau, memiliki
perpustakaan namun koleksi bukunya tidak memadai? Pengalaman ini saya alami ketika
saya berkesempatan menjadi dosen di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, bagian
Timur Indonesia. Sekitar tahun 2021-2023, saya menjadi dosen di sebuah kampus
di Labuan Bajo, di kampus dimana saya bekerja, terdapat perpustakaan yang
memiliki beberapa buku yang cukup memadai untuk mahasiswa, meskipun buku-buku
tersebut adalah hasil sumbangan dari beberapa kampus dan organisasi di luar
Labuan Bajo, karena faktanya, Labuan Bajo tidak memiliki Toko Buku. Pada saat
saya berada di sana, tidak ada satupun Toko Buku seperti Gramedia atau Gunung
Agung. Perpustakaan daerah disana juga memiliki koleksi buku yang sangat
sedikit.
Berdasarkan
pengalaman yang saya saksikan di Labuan Bajo, NTT, saya merenungkan, mungkinkah
rendahnya minat baca masyarakat Indonesia seperti yang di sampaikan oleh UNESCO
adalah karena masih banyak anak-anak Indonesia yang belum memiliki akses yang
layak terhadap bahan bacaan. Banyak daerah di Indonesia khususnya di daerah 3 T
seperti Labuan Bajo tidak memiliki Toko Buku.Koleksi buku di Perpustakaan
Daerah juga kurang memadai, sementara di kota besar, buku bisa dengan mudah
diakses lewat perpustakaan, toko buku, bahkan e-book. Kesenjangan literasi
nyata adanya, dan juga menjadi panggilan hati bagi saya untuk berbuat sesuatu. Dengan
keprihatinan tersebut, saya ingin membangun sebuah Perpustakaan Digital di
Rumah Pekerti. Rumah Pekerti adalah sebuah tempat untuk pemberdayaan perempuan
dan anak-anak di Labuan Bajo, yang dikelola oleh Oma Bekti, yang sangat peduli
dengan pendidikan dan kesejahteraan perempuan dan anak di Labuan Bajo. Sayang
sekali, karena satu dan lain hal, saya harus kembali ke Jawa, sehingga impian
membangun perpustakaan digital belum bisa terlaksana dengan sempurna. Namun,
saya berjanji, saya akan menyumbangkan buku-buku ke Rumah Pekerti setelah kembali
ke Jawa.
Setelah
tiba di Jawa Tengah, saya tidak melupakan janji dan keinginan saya untuk
memberikan jendela dunia kepada anak-anak di Labuan Bajo. Melalui membuka donasi
buku dan tidak lupa mendonasikan buku saya sendiri, saya berencana mengirimkan
hasil donasi buku-buku ini ke Oma Bekti di Rumah Pekerti Labuan Bajo. Jarak
yang jauh tidak memupuskan harapan, meskipun saya di tengah Indonesia dan Oma
Bekti di Timur Indonesia, tidak menjadi batasan untuk berbagi. Buku-buku hasil
donasi tersebut melesat ke Timur Indonesia berkat layanan pengiriman JNE yang
cepat dan dapat diandalkan.Sesuai dengan semboyan JNE Indonesia “Meyambung kebahagiaan
dari generasi ke generasi”, JNE telah menjadi penyambung kebahagiaan bagi
anak-anak di Labuan Bajo untuk menjelajah dunia melalui buku-buku bacaan.
Mengapa
memilih JNE? Sebenarnya kisah saya dengan JNE sudah terjalin lama. Ada beberapa
layanan JNE yang sudah saya nikmati sejak 2018 saat saya tinggal di Medan.
Salah satunya, JNE YES (Yakin Esok Sampai) yaitu pengiriman dengan waktu penyampaian di tujuan esok hari. Layanan
ini membantu saya dalam bisnis Jasa Titip saya melalui mengantarkan
kue-kue khas Medan kepada konsumen di pulau Jawa dengan tepat waktu dan aman,
sehingga tidak pernah ada komplain dari pelanggan yang memesan kue dari Medan.
Saat saya di Labuan Bajo dan harus pindah ke Pulau Jawa, saya juga menggunakan
JNE yaitulayanan JTR yaitu solusi pengirim
andalan jumlah besar dengan menggunakan moda transportasi darat (truk) dan laut
antar kota/wilayah dengan tarif yang lebih ekonomis.Karena JNE merupakan layanan pengiriman paket dan
dokumen dalam negeri dengan lebih dari 8.000 titik layanan eksklusif di seluruh
Indonesia, dari penjemputan hingga pengantaran tujuan,maka saya tidak ragu
untuk menggunakan JNE dengan layanan JTR untuk mengirimkan buku-buku hasil
donasi dari Jawa Tengah ke Labuan Bajo.
Momen yang paling membahagiakan adalah manakala buku-buku
hasil donasi telah tibadi Rumah Pekerti Labuan Bajo, anak-anak tidak perlu
menunggu terlalu lama untuk mendapatkan buku-buku mereka karena pengiriman
dengan layanan JTR yang melesat sat set mengantarkan buku-buku dengan aman.
Bahagia sekali mendengar kabar bahwa Rumah Pekerti juga mengadakan kegiatan
mendongeng bersama dengan buku-buku hasil donasi. JNE benar-benar telah menjadi
“Connecting Happiness” bagi anak-anak di Labuan Bajo. JNE telah menjadi
pahlawan yang membawakan jendela dunia kepada anak-anak di Labuan Bajo yang
haus akan literasi. Buku-buku yang sampai ke tangan anak-anak di Labuan
Bajo, adalah secercah cahaya yang bisa mengubah masa depan mereka, memberikan
mereka jendela untuk melihat dunia lebih luas. JNE
membuktikan bahwa hari ini jarak bukan batasan yang menghalangi kita semua
untuk mengirimkan kebahagiaan.
Harapan saya, JNE terus berkembang, menjangkau lebih banyak wilayah, dan menjadi inspirasi nyata dalam menghubungkan kebahagiaan di seluruh pelosok Indonesia. Terimakasih JNE sudah selalu sat set menjadi penghubung kebahagiaan bagi semua orang di Indonesia! Catatan: Jika tulisan ini terpilih sebagai pemenang, saya berkomitmen untuk menggunakan sebagian dari hadiah tersebut untuk membeli beberapa buku bacaan anak-anak, untuk didonasikan ke Rumah Pekerti di Labuan Bajo. Semoga JNE bisa menjadi bagian dari terwujudnya harapan ini.
#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas